Kenapa ternak kita hasilnya acak-acakan dan banyak yang grewek, cekewew dan lalu berakhir di penggorengan?!?
Hasil tidak seragam, dan kualitas mutunya lambat laun terasa semakin menurun?!?
Kebanyakan peternak di Indonesia sangat fanatik dengan trah juara. Juara VS Juara, tapi anakannya tidak ada yang juara… Ini menimbulkan pertanyaan tersendiri...
Salah satu penyebabnya mungkin karna indukan kita geno-typenya tidak seragam alias acak-acakan. Itulah sebabnya diperlukan ternak dengan "rekayasa genetik" untuk menyeragamkan geno-type melalui proses ternak yang lebih terpadu, tersistematis atau terpola dengan baik. Bukan sekedar ayam bagus saja.
Buat dulur pelungers sekalian, ini ada sedikit artikel mengenai teknik2 breeding (beternak) dengan cara yang lebih sistematis sehingga bisa juga disebut sebagai ‘Rekayasa Genetika’.
Mungkin saja diantara dulur pelungers ada yang lebih berpengalaman dan menemukan cara ternak yang lebih baik. Tapi minimal, artikel ini bisa menjadi sebuah wawasan baru mengenai bagaimana cara beternak ayam pelung yang baik dengan teknik modern sesuai dengan teori genetika.
Sebelum dilanjut, ada baiknya kita mengenal dulu beberapa kosa kata yang ada dalam artikel ini agar tidak terjadi salah penafsiran.
- Inbreed : Perkawinan antara dua individu yang memiliki hubungan darah sangat dekat. Contoh : Ibu x anak, Bapak x anak, dan anak x anak.
- Line breed : Perkawinan dua individu yang memiliki hubungan darah tidak terlalu jauh. Contoh : Kakek x cucu, paman x keponakan, dll.
- Cross breed : Perkawinan antara 2 individu yang tidak memiliki hubungan darah. Atau minimal hubungan darahnya terlalu jauh.
- Super breed : Individu yang selalu mampu menurunkan sifat2 terbaik pada keturunannya.
- Super fight : Individu yang diproyeksikan khusus untuk lomba/kontes.
Artikel ini ditulis oleh Steven van Breemen, sesuai dengan pengalamannya beternak merpati pos di Eropa sana. Dituangkan dalam buku berjudul Mini Course The Art of Breeding.
Meskipun hewan yang digunakan adalah merpati, tapi saya rasa bisa diterapkan pada Ayam. Mengingat kedua spesies ini banyak memiliki kesamaan.
Berikut ringkasannya :
Steven Van Breemen mengembangkan sebuah metode ternak yang disebut : "population genetics".
Tujuan metode ini adalah membangun suatu populasi yang ada dalam kandang dengan ciri-ciri genetika yang kurang lebih sama (homogen). Misalnya, kalau kita punya 50 ayam di kandang, maka semuanya mempunyai ciri kualitas karakter yang relatif sama (tentu tidak 100 % sama, tapi kalaupun berbeda tidak terlalu jauh). Dari kesamaan karakter ini, kita akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan stok super breeder unggulan yang pada akhirnya mampu memunculkan super fight.
Metode ini merupakan pengembangan dari teori Gregory Mendel yang dimodifikasi. Aplikasinya dengan menggunakan prinsip Cross Breed, Inbreed dan Line breed secara sistematis dan tercatat dengan detail.
Menurut Mr. Steven, bila kita sukses mengembangkan metode ini, maka kita akan ongkang2 kaki bisa menikmati hasilnya selama 20 tahun lebih…!!
Teori population genetics hanya cocok diterapkan oleh breeder yang serius, konsisten dan mempunyai visi jauh ke depan. Jadi harus diawali dengan suatu angan-angan tentang kualitas ayam yang nantinya ingin kita hasilkan.
Berikut penerapannya di lapangan :
Tahapan ternak berdasar teori ini :
1. Cross breed I -----> 2. inbreed -----> 3. line breed -----> 4. cross breed II
BERSAMBUNG