15 March 2016

Kiprah Pelungers Jateng I


[Dokumentasi Latber Terbuka Jateng -6, Banyumas, 28 Februari 2016]

Ayam pelung sudah menjadi salah satu hobi unggas yang cukup diminati. Bunyi kokok yang panjang dengan interval naik turun, menjadi daya tarik ayam asli Indonesia ini.

Ayam jenis ini berasal dari Cianjur, Jawa Barat dan sudah ada sejak abad ke-16. Pada masa itu konon pelung menjadi klangenan dan banyak dipelihara oleh bangsawan. Di Jawa Tengah, penggemar ayam ini cukup banyak, seperti di Kota Semarang, Banyumas, Solo, dan daerah lainnya. Bahkan, ada yang khusus menernakkan ayam ini. Karena banyaknya penggemar, 2012 lalu beberapa penghobi kemudian membentuk komunitas penggemar ayam pelung Jawa Tengah.

Komunitas ini menginduk pada Himpunan Peternak dan Penggemar Ayam Pelung Indonesia (Hippapi). Saat ini, anggota yang aktif tercatat sekitar 900 orang. Setiap tiga bulan sekali, komunitas ini menggelar latihan bersama dengan berpindahpindah kabupaten/kota. “28 Februari lalu digelar di Banyumas dengan peserta 90 ekor ayam. Ada penghobi dari Jawa Timur dan Yogyakarta yang datang,” kata Sekretaris Jenderal Hippapi Jateng Yudhistira Arbai kemarin. Yudhistira menerangkan, Hippapi memiliki dua misi, yakni mengajak untuk menekuni hobi dan mendorong peternak membudidayakan ayam sebanyak-banyaknya untuk memenuhi permintaan daging masyarakat.

Untuk kebutuhan konsumsi, ayam pelung dinilai cocok karena memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan ayam jawa dengan bobot 7 kilogram (kg). “Jadi, ayam jago yang tidak memiliki suara bagus, bisa untuk konsumsi. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng menantang kami sekali panen 5.000 ekor, tapi itu belum bisa dipenuhi,” ungkapnya. Untuk ayam juara, nilai jualnya sangat tinggi. Jika menjuarai kontes nasional bisa menembus Rp70 juta dan minimal Rp5 juta.

Tapi jika ingin memelihara ayam ini, Yudhistira menyarankan agar tidak sembarangan membeli bibit termasuk di pasar burung karena tidak ada jaminan. Yudhistira merekomendasikan agar membeli bibit langsung dari peternak yang tergabung di Hippapi karena galur trah ayam sudah jelas. Biasanya peternak juga menggelar bursa jual-beli saat latihan bersama. Rata-rata ayam berumur satu bulan dibanderol Rp100.000- Rp300.000 per ekor. Ayam pelung bisa disilangkan dengan jenis lainnya, seperti ayam ketawa yang memiliki fisik hampir mirip tapi ukurannya lebih kecil. Persilangan ini yang akan menghasilkan suara pelung jadi rusak.

“Saat ini kemurnian gen pelung 85% karena banyak pemula yang tidak paham sehingga sering disilangkan. Ciri-ciri ayam pelung yang bagus ini bersuara empuk atau minimal kristal dan memiliki awalan, tengahan, dan penutup yang bervariasi seperti kurva,” papar Yudhistira. Untuk kejuaraan, Yudhistira mengungkapkan yang paling bergengsi adalah Java Pelung Festival (JPF) yang digelar setiap Agustus.

Pada 2015 lalu tiga ayam dari Jateng berhasil masuk nominasi JPF, yakni Rowo Bajul (peringkat 10) milik Yudhistira; Wisanggeni (18) milik Ali Muazin, Mangkang, Semarang; dan juara penampilan milik Yahya dari Kudus. Selain suara, kontes ayam ini juga mempertandingkan kelas penampilan dengan penilaian warna dan bobot badan.

Arif Purniawan
Kota Semarang

Source : Koran SINDO

Main Ads HIPJAT

Cari